Diterbitkan pada : Jurnal Eksis : Eksplorasi Karya Sistem Informasi dan Sains, Vol.08, No. 1, Mei 2015, ISSN 19781385, Halaman 1-7.
Bibliografi.
Proboyekti, U. ( Mei 2015). Pencarian Informasi dan
Navigasi. Jurnal Eksis, Vol 8, No.1 , 1-7.
Abstrak
Pencarian informasi dasari pada information foraging, yaitu insting
hewan dalam mencari makanan dengan berpindah-pindah tempat. Information foraging didukung oleh information scent, pemicu pencarian yang
dianggap punya makna. Pencarian informasi dilakukan untuk mengatasi kesenjangan
pengetahuan. Tahap-tahap pencarian
informasi sejalan dengan model literasi informasi yang merupakan kemampuan
menggunakan informasi secara efisien dan etis. Pencarian informasi melibatkan
kemampuan dan ketrampilan manusia untuk menemukan informasi yang relevan atau satificing. Di sisi lain pencarian
informasi juga didukung komponen-komponen navigasi yang memastikan pengguna
tidak mengalami ketersesatan dalam pencarian informasi. Komponen navigasi
seperti menu, breadcrumb, tab dan
tombol home adalah navigasi yang
memastikan pengguna mengetahui dimana keberadaannya dalam pencarian informasi.
Pencarian Informasi
Information seeking atau
pencarian informasi dilakukan orang untuk berbagai kebutuhan dalam mengatasi
kesenjangan pengetahuan. Pencarian informasi dilakukan karena kebutuhan memecahkan
masalah, perlu informasi baru dan memperluas pengetahuan yang dimiliki,
kebutuhan validasi informasi, dan pentingnya mengklarifikasi informasi yang
dibutuhkan (Thani & Hashim, March 2011). Pencarian informasi
membutuhkan cara yang efektif agar mendapatkan informasi yang tepat sesuai
dengan yang diperlukan. Pencarian Informasi selalu diawali dengan kebutuhan
informasi lalu menyampaikan pertanyaan kepada sumber di luar dirinya, memeriksa
apa yang diperoleh lalu mendapatkan hasil untuk memenuhi kebutuhan(Russell-Rose & Tate, 2013). Pertanyaan atau query disampaikan kepada orang lain atau
sumber lain misalnya mesin pencari
seperti Google.
Proses mencari
pada diri manusia disebabkan oleh dorongan yang sama pada hewan yaitu dorongan
untuk mencari makanan (information
foraging) yang beinteraksi dengan kesadaran untuk mendapatkan makna dari
informasi baru (sensemaking). Information foraging dan sensemaking membentuk siklus umpan balik
yang mendukung proses mencari informasi (Pirolli & Card, 2005 via
Russel-Rose & Tate, 2013). Information
foraging dapat digambarkan seperti pengguna internet yang berpindah dari
satu website ke website lain untuk mendapatkan informasi yang memenuhi
kebutuhan informasinya.
Information Scent dan Satificing
Pencarian
informasi ini dibatasi oleh perhatian dan waktu, karena itu efisiensi
penggunaan keduanya membuat pencari informasi cenderung menemukan informasi
yang dianggap memuaskan (satisfy) dan
cukup (suffice). Kombinasi kedua
istilah itu adalah satisficing
(Simon, 1956 via Russell-Rose & Tate, 2013). Untuk mencapai satisficing pencarian bergantung pada information scent untuk mengarahkan
pencarian ke tujuan informasi Information
scent ini kata-kata pemicu yang dianggap punya makna dalam kebutuhan
informasinya. Information scent
mendukung information foraging. Information
scent ini adalah kata kunci yang digunakan untuk mencari atau mendapatkan
informasi yang dibutuhkan. Kata kunci dianggap mewakili informasi yang dicari. Russel-Rose
& Tate (2013) menyebutkan tiga teknik pemanfaatan Information scent pada antarmuka pencarian:
1.
Descriptive title/ judul yang mewakili
informasi : bebas dari jargon dan slogan, dapat diklik, berupa kata-kata,
banyak kata cenderung lebih dianggap berhasil daripada pendek.
2.
Hit highlighting : kata-kata yang
dianggap mewakili informasi ditandai untuk menaikkan information scent. Penanda dengan warna atau cetak tebal.
3.
Clear labeling/kategori yang jelas:
penggunaan kategori, cepat terbaca, sedikit tenaga.
Teknik-teknik di
atas diterapkan dalam desain merancang istilah-istilah yang digunakan,
contohnya untuk: pilihan dalam menu, nama katagori, nama halaman, tautan atau link. Ketiga teknik tersebut mendukung
pencarian dari satu sumber informasi ke sumber informasi lainnya dengan
mengikuti information scent untuk
menemukan informasi yang satificing atau
bahkan yang memuaskan.
Sensemaking
Information foraging
mendukung pencarian dari satu lokasi ke lokasi lain dengan mengikuti information scent, sementara menemukan
informasi yang relevan didukung oleh sensemaking.
Sensemaking adalah proses asilimasi
pengetahuan baru ke pemahaman yang sudah dimiliki si pencari informasi. Empat
fase proses sensemaking adalah search, extract, encode, dan analyze (Russell-Rose &
Tate, 2013). Search
adalah mencari dan mendapatkan sumber informasi yang relevan bagi kebutuhan.
Pada tahap extract, ditetapkan dari
sumber informasi itu, informasi apa yang
diperlukan diidentifikasi dan sesuai dengan information
scent. Informasi yang diperoleh dari tahap extract diintegrasikan ke pengetahuan yang sudah ada. Ini adalah
tahap encode. Pada akhirnya tahap analyze adalah tahap mendapatkan
pencerahan dan pengetahuan baru. Dengan demikian information foraging dan sensemaking
bukanlah sekedar pencarian informasi tetapi juga penggabungan antara informasi
yang diperoleh dan pengetahuan yang dimiliki sehingga meningkatkan pengetahuan.
Sebelum
informasi itu digabungkan dengan pengetahuan yang sudah ada, pencarian
informasi menjadi hal penting yang menentukan karena hasil pencarian itu sudah
selayaknya akan meningkatkan pengetahuan baru. Pada tulisan ini, sensemaking tidak dibahas lebih lanjut.
Diskusi lebih menekankan pada pencarian informasi dan navigasi yang mendukung
pencarian informasi.
Pencarian Informasi dan Literasi Informasi
Pencarian
informasi terdiri dari beberapa fase. Fase pencarian menurut Kuhlthau adalah inisiasi, seleksi, eksplorasi, formulasi,
koleksi dan presentasi. Inisiasi adalah memahami dengan
kebutuhan informasinya. Ini adalah fase yang tidak selamanya mudah. Kebingungan,
keraguan dan ketidakpastikan tentang cara memulai pencarian informasi sering
dialami pengguna sumber informasi (Kuhlthau, 1999 viaThani & Hashim, March
2011). Ketidakpahaman pengguna pada
kebutuhan informasi menyebabkan keraguan
akan penggunaan sumber informasi yang cocok, misalnya discovery tool pada online
database , katalog perpustakaan, database
subject-specific atau internet lewat mesin pencari (Fagan, Mandernach, Nelson, Paulo, & Saunders,
March 2012).
Tahap seleksi dilakukan dengan menentukan
batasan yang mempersempit area pencarian informasi. Tahap eksplorasi adalah proses memahami topik dan meningkatkan pemahaman
terhadap kelompok-kelompok informasi yang terbentuk. Formulasi adalah tahap menentukan kebutuhan yang spesifik. Pilihan
ditetapkan terhadap satu kelompok informasi dengan spesifikasi tertentu. Koleksi
adalah tahap mengevaluasi hasil dari tahap formulasi. Semua informasi yang
dinilai relevan dan tepat sesuai kebutuhan dievaluasi adalah informasi yang
dipilih untuk diolah. Presentasi adalah tahap akhir. Pada
tahap ini pencarian informasi sudah dianggap selesai, informasi yang sudah
terevaluasi diolah dan kemudian hasil pengolahan informasi tadi dibagikan.
Pada setiap
tahap terdapat kegiatan yang membutuhkan kemampuan dan pengetahuan dari pencari
informasi, baik kegiatan yang berkaitan dengan keterampilan maupun kegiatan
kognitif yang terjadi dalam pemikiran. Kemampuan yang terkait dengan informasi
juga menjadi pusat dari literasi informasi. Literasi informasi atau information literacy adalah kemampuan
untuk memanfaatkan informasi secara efisien dan etis.
Tahap-tahap
pencarian informasi di atas sejalan dengan tahap-tahap dalam literasi
informasi. Kemampuan ini terkait dengan berpikir kritis, karena ketika mencari
dan menemukan informasi, ada evaluasi dan cara penggunaan yang etis diterapkan.
Tahap-tahap literasi informasi seperti model literasi informasi Big 6 mendefinisikan
6 langkah untuk memenuhi kebutuhan informasi : task definition, information
seeking strategies, location and access, use of information, synthesis, dan evaluation (Eisenberg
& Berkowitz, 2012).
Task definition adalah mendefinisikan masalah informasi dan kebutuhan informasi.
Tahap ini serupa dengan tahap inisiasi pada model pencarian Kuhlthau. Dengan
kebutuhan informasi yang jelas, dilakukan information
seeking strategies, yaitu menentukan semua sumber informasi yang tersedia
dan menentukan sumber terbaik. Mesin pencari, khususnya Google, menjadi tempat
pencarian utama, mengalahkan OPAC, Perpustakaan Digital dan Online Databases. Mesin pencari
sebenarnya bukan sumber informasi, melainkan alat untuk mendapatkan informasi.
Namun demikian, ketika tingkat kepercayaan informasi yang diperoleh dari
Internet meragukan, pengguna baru melakukan pencarian informasi di perpustakaan
digital dan Online Database (Liyana & Noorhidawati, 2014).
Location and access adalah
menemukan secara fisik dan intelektual sumber informasi dan menemukan informasi
pada sumber tersebut. Informasi yang dianggap satisficing dapat ditemukan pada sumber informasi apapun termasuk
jejaring sosial. Sebagai contoh, kebutuhan informasi tentang gaya hidup dan
kesehatan ternyata diperoleh dari jejaring sosial online. Hal ini cenderung
dilakukan oleh para wanita dan para orang muda di Iceland. Hal ini membuka
kesempatan bagi para profesional di bidang kesehatan dan gaya hidup untuk
memanfaatkan jejaring sosial online untuk berbagi informasi yang berguna dan
melakukan advokasi (Pálsdóttir, 2014).
Use of
Information adalah tahap menggunakan informasi dan mendapatkan informasi
yang relevan. Semua informasi yang dianggap relevan kemudian diolah pada tahap synthesis . Ini merupakan kegiatan
menyusun informasi dari berbagai sumber dan mempresentasikan informasi hasil
penyusunan. Pada akhirnya hasil syntehsis
kemudian dievaluasi. Evaluation adalah
tahap terakhir yang mengevaluasi hasil tahapan dan prosesnya.
Ketika
diperhatikan, tahap-tahap Big 6 dan Kuhlthau memiliki kemiripan baik ketika
memulai proses maupun pada saat akhir proses. Kegiatan seperti menemukan
memilah informasi dan menyusun informasi dari hasil pencarian informasi menjadi
kegiatan yang ada pada kedua model tersebut. Tujuan dari kedua model tersebut
pun untuk memenuhi kebutuhan informasi dan mengatasi kesenjangan pengetahuan
yang ada pada individu. Kedua model pun dapat diterapkan pada sumber informasi
online maupun offline dalam berbagai bentuk.
Terkait dengan
tujuan tulisan ini, maka pencarian informasi yang dibahas adalah pencarian
informasi pada sumber informasi yang tersedia pada media internet. Pencarian informasi pada media internet didukung
oleh komponen-komponen navigasi pada setiap aplikasi web yang digunakan, baik
itu aplikasi web atau website mesin pencari, perpustakaan digital, online
database, atau website portal informasi yang lain.
Navigasi yang Mendukung Pencarian Informasi
Sebuah web dikatakan
baik menurut Krug (2006) adalah ketika website tersebut menjelaskan sendiri
siapa dirinya dan fungsinya kepada pengguna dan tidak membuat pengguna
berpikir. Hal ini sejalan dengan 5
komponen usability atau kebergunaan
yaitu kemudahan untuk dipelajari, efisiensi, tingkat kesalahan, kepuasan
pengguna dan kemudahan untuk diingat. Website yang menjelaskan dirinya sendiri
membantu pengguna untuk menggunakan fungsi yang disediakan sehingga mudah
dipelajari. Kemudahan ini membuat akses terhadap website menjadi cepat atau
efisien dan mengurangi kemungkinan untuk melakukan kesalahan. Kemudahan untuk
diingat bisa terkait dengan posisi komponen, informasi pada website yang
mengikuti konvensi dan kemudahan pengguna untuk mengetahui dia berada di
mana. Dengan demikian dapat meningkatkan
kepuasan pengguna. Salah satu yang menjadi hal penting dalam kepuasan pengguna adalah navigasi yang
menghindarkan pengguna dari ketersesatan di website ketika melakukan pencarian
informasi.
|
Gambar 1.
Expandable & Sequential Menu
(Melguizo, Vidya, &
Oostendorp, January 2012)
|
Navigasi pada
website dibutuhkan karena tidak ada kesan skala, arah, dan lokasi. Ketiadaan
secara fisik membuat pengguna mudah lupa waktu, dan keberadaan. Navigasi dibuat
sebagai identifikasi lokasi di website, sebagai pegangan, penunjuk penggunaan
situs, dan salah satu dasar kepercayaan pada situs. Komponen-komponen navigasi
membantu pengguna untuk tidak tersesat dan sadar akan keberadaannya. Navigasi
secara persisten mengikuti kemana pengguna bergerak, dan selalu ada di setiap
halaman kecuali pada home dan form transaksi. Menu, Breadcrumb,
tabulasi, dan tombol home, merupakan
beberapa komponen yang banyak digunakan untuk navigasi (Krug, 2006).
Menu merupakan
komponen navigasi yang paling umum digunakan oleh website. Berbagai bentuk menu
dapat dijumpai pada berbagai website.
Beberapa di antaranya adalah expandable
menu, sequential menu dan megamenu. Expandable
menu adalah menu yang berbentuk hirarki dan setiap pilihan pada menu dapat
diklik dan menampilkan hirarki yang lebih dalam. Sementara sequential menu
tidak menampilkan hirarki seperti Gambar 1. Expandable
menu dirasa lebih bermanfaat dari pada sequential
menu bagi pengguna yang kemampuan spasial rendah. Mereka yang berkemampuan spasial tinggi dapat
menggunakan navigasi lebih cepat dan sukses menemukan informasi (Melguizo, Vidya, &
Oostendorp, January 2012).
|
Gambar 2. Global Navigasi (Adkisson, 2005) |
Navigasi global
adalah rangkaian tautan kategori tingkat tertinggi yang selalu akan muncul pada
website seperti pada Gambar 2. Navigasi global membuat header lebih mudah
dirancang, tetapi hasilkan langkah tambahan bagi pengguna untuk temukan fungsi
utama dari navigasi global. Navigasi global akan membantu pengguna ketika
dikombinasikan dengan megamenu untuk menyajikan banyak pilihan sekaligus kepada
pengguna. Pilihan pada megamenu dapat berupa citra yang mewakili produk atau
istilah yang mewakili pilihan (Cardello & Whitenton, 2014). Gambar 3 adalah
contoh megamenu.
|
Gambar 3. Megamenu (Cardello & Whitenton, 2014) |
Breadcrumb berfungsi
sebagai jejak yang menunjukkan posisi pengguna secara hirarki. Istilah diambil
dari cerita Hensel and Gretel yang mengikuti jejak remah roti untuk kembali ke
rumah. Breadcrumb mudahkan akses ke
halaman pada hirarki yang lebih tinggi. Dengan tanda ” >” atau “/” atau “->” atau “>>” breadcrumbs
berfungsi untuk menjelaskan hirarki secara sederhana, bukan history atau
laman-laman yang dibuka pengguna sebelumnya.
Hirarki yang sebaiknya dimulai dari home
ini dituliskan ukuran huruf kecil, butir terakhir ditebalkan, dan tidak sebagai nama laman (Nielsen, 2007) seperti pada Gambar 4.
Sementara itu, tabulasi
atau tab cocok untuk situs besar. Tab begitu gamblang sehingga sulit untuk
terlewatkan, terasa lebih cekatan, dan mampu menandakan ruang fisik. Tab
digambar dengan pembeda, diberi kode warna, dan sebaiknya satu tab telah
terpilih ketika pengguna masuk untuk membuat pengguna menyadari posisinya (Krug, 2006).
|
Gambar 4: Berbagai jenis breadcrumb (Adkisson, Breadcrumb, 2005)
|
Berbagai contoh tab
yang dimanfaatkan oleh Amazon dari waktu ke waktu menjadi contoh pada Gambar 5.
Komponen
navigasi di atas dimanfaatkan pada desain website untuk memudahkan pengguna
agar tidak tersesat, mudah menggunakan website, nyaman melakukan information foraging
dengan berpindah dari satu halaman ke halaman lain dan akhirnya berhasil
dalam menemukan informasi yang dicari mengikuti information scent.
|
Gambar 5: Tab Amazon.com dari waktu ke
waktu (Wroblewski, 2007) |
Daftar pustaka
Adkisson, H. P. (2005). Breadcrumb.
Dipetik Mei 5, 2015, dari Web Design Practices: http://www.webdesignpractices.com/navigation/breadcrumb.html
Adkisson, H. P.
(2005). Global Navigation. Dipetik Mei 5, 2015, dari Web Design
Practices:
http://www.webdesignpractices.com/navigation/globalnav_location/globalnav_top.htm
Cardello, J.,
& Whitenton, K. (2014, Feb 9). Killing Off the Global Navigation: One
Trend to Avoid. Dipetik Mei 5, 2015, dari NNGroup : Nielsen Norman Group:
http://www.nngroup.com/articles/killing-global-navigation-one-trend-avoid/
Eisenberg, M.,
& Berkowitz, R. (2012). What is the Big6? Dipetik Mei 5, 2015, dari
BIG 6: http://big6.com/pages/about.php
Fagan, J. C.,
Mandernach, M., Nelson, C. S., Paulo, J. R., & Saunders, G. (March 2012).
Usability Test Results for A discovery Tool in An Academic Library. Information
Technology and Libraries , 83-112.
Krug, S. (2006). Don't
Make Me Think! A Common Sense Approach to Web Usability, Second Edition.
Berkeley, CA: New Riders.
Liyana, S., &
Noorhidawati, A. (2014). How Graduate Student Seek for Information: Convenience
or guaranteed result? Malaysian Journal of Library & Information Science
Vol. 19, No. 2 , 1-15.
Melguizo, M. C.,
Vidya, U., & Oostendorp, H. V. (January 2012). Seeking Information Online:
the Influence of Menu Type, Navigation Path Complexity and Spatial Ability on
Information Gathering Tasks. Behaviour & Information Technology Vol. 31,
No. 1 , 59-70.
Nielsen, J.
(2007, April 10). Breadcrumb Navigation Increasingly Useful. Dipetik Mei
5, 2015, dari Nielsen Norman Group:
http://www.nngroup.com/articles/breadcrumb-navigation-useful/
Pálsdóttir, Á.
(2014). Preferences in the Use of Social Media for Seeking and Communicating
Health. Dipetik Mei 5, 2015, dari Information Research 19(4) Paper 642:
http://InformationR.net/ir/19-4/paper642.html
Russell-Rose, T.,
& Tate, T. (2013). Designing The Search Experience: The Information
Architecture of Discovery. Amsterdam: Morgan Kaufmann.
Thani, R. A.,
& Hashim, L. (March 2011). Information Needs and Information Seeking
Behaviors of Social Science Graduate Students in Malaysian Public Universities.
International Journal of Busines and Social Science Vol. 2 No 4 ,
137-143.
Wroblewski, L.
(2007, Sept 14). The Continuing History of Amazon's Tab Navigation.
Dipetik Mei 5, 2015, dari LUKEW Idertion + Design:
http://www.lukew.com/ff/entry.asp?582