Pages

Wednesday, March 27, 2013

Minat Baca

Minat berkaitan dengan perhatian dan usaha seseorang untuk melakukan sesuatu atau mendapatkan yang disukai atau berelasi dekat dengannya. Itu penjabaran cepat saya, tentang minat. Untuk menjadi minat, biasanya sesuatu itu terasa berguna, dan mengena untuk seseorang. Mengena itu tidak senantiasa berkaitan dengan kegunaannya. Saya meminati warna oranye, bukan karena oranye berguna untuk saya, tapi menurut saya bagus, terasa hangat dan tampak baik untuk dikenakan misalnya. Ini user experience. Bagi mereka pengguna setia Android, sekalipun mungkin berganti handset, tetap saja memilih Android. Dalam hal Android ini bisa juga karena manfaat, selain user experience pastinya.



Saya termasuk orang yang tidak berminat pada kegiatan memancing. Kegiatan itu tak pernah terlintas untuk jadi pilihan atau menimbulkan rasa ingin tahu saya. Ada beberapa hal dalam memancing yang menurut saya tidak cocok dan tidak berelasi dengan saya. Jadi jangan ajak saya memancing.

Sekarang tentang membaca. Apa yang terlintas ketika ada istilah MINAT BACA? Terus terang saya baru tahu ada perhatian begitu besar, dengan dibentuknya suatu organisasi dan usaha-usaha agar membaca menjadi minat bangsa Indonesia pada saat mulai mengenal kegiatan-kegiatan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah, sekitar 4-5 tahun yang lalu. Satu dari usaha membuat bangsa ini berminat untuk membaca adalah menjadikan Tantowi Yahya menjadi duta buku atau duta membaca. Sekarang kabarnya posisi itu digantikan oleh Andy Noya. Hmmm..berapa orang jadi minat membaca dengan melihat iklan yang memasang mereka dengan slogan membacanya? Seberapa usaha itu menimbulkan minat baca? Kenapa bisa berminat karena melihat iklan mereka? Ada relasikah? Merasa cocok? Mendapatkan manfaat? Atau mendapat inspirasi untuk jadi seperti mereka dengan membaca?

Saya tidak sangat hobby membaca, tetapi membaca buku atau membaca adalah pilihan ketika menunggu atau ada waktu luang untuk bersantai. Ini masalah manfaat. Saya suka membaca buku karangan John Ortberg dan Max Lucado, sekalipun tidak semua buku mereka saya baca. Tapi apa yang mereka tulis menyentuh hati saya. User experience itu yang membuat saya ingin membaca lagi, dan membaca lagi. Waktu remaja, saya suka membaca buku karya Enid Blyton, Alfred Hitcock dan Agatha Christie. Mencoba mengikuti jalan cerita dan mencoba menebak solusi akhir dan pelakunya adalah sesuatu yang membuat saya ingin membaca dan membaca lagi karya-karya mereka. Jadi kalau tak menimbulkan sensasi tertentu dalam diri yang ingin dirasakan lagi dan lagi, orang tidak berminat.

Membaca adalah kegiatan yang mandiri dan memerlukan konsentrasi serta kehadiran diri sendiri. Entah itu membaca komik, membaca SMS, membaca tweet line, membaca blog, membaca buku, membaca news feed di Facebook. Entah dalam rangka berkomunikasi secara teks atau menikmati rangkaian kalimat yang terjalin, membaca membutuhkan konsentrasi dan kehadirian diri sendiri. Ada proses kognitif reflektif yang terjadi ketika membaca dan membuat suatu respon terhadap apa yang dibaca. Saat berkomunikasi lewat teks, maka respon yang diberikan dikirimkan ke pada lawan komunikasi dalam bentuk teks. Saat membaca rangkaian kalimat, respon yang diberikan tersimpan atau diwujudlkan dalam tulisan atau ungkapan dengan cara lain termasuk sebuah pencerahan dalam pikiran dan dirinya. Ini sensasi membaca, membaca apapun, begitu pribadi. Apa yang saya ungkapkan juga hal yang pribadi, jadi yang tidak setuju dipersilahkan untuk tidak setuju.

Kalau begitu, membaca yang manakah yang dimaksud dalam MINAT BACA yang dimasyarakatkan itu? Sudah merupakan hal lazim bagi sebagian besar orang untuk membaca setiap hari: membaca SMS, membaca koran, membaca iklan dan informasi di ruang publik, membaca news feed dan tweet line, membaca email dan surat, dan membaca buku atau sumber informasi lainnya dalam berbagai bentuk/format.

Jika yang dimaksud adalah membaca untuk meningkatkan pengetahuan dan mengubah kehidupan orang itu menjadi lebih baik untuk dirinya, dan orang lain, maka ini pekerjaan yang sangat serius dan perlu kreatifitas: menantang sekaligus menarik. Betapa tidak, target sasaran adalah bangsa Indonesia segala generasi, strata pendidikan dan latar belakang sosial dan budaya. Namun demikian, perlu ditentukan target prioritas, misalnya generasi next gen yang lahir setelah tahun 2000. Ketika mereka bertumbuh, mereka bertumbuh bersama gadget dan peralatan teknologi informasi lain. Berkomunikasi dengan orang lain lewat teks adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka lebih tertarik untuk berinteraksi dengan teknologi. User experience dengan produk teknologi amatlah penting. Sesuatu yang instan, selain mie instan, adalah penting bagi mereka: ada sekarang juga, tahu sekarang juga, dapatkan sekarang juga. Misal, mencatat penjelasan dosen di kelas, buku dapat digantikan dengan merekamnya atau memotret slide yang ditayangkan menggunakan smartphone. Mengunduh materi kuliah dari repositori kampus sudah biasa. Mengakses mesin pencari lewat smartphone di kelas untuk menjawab pertanyaan dosen dapat mereka lakukan segera. Membuat tugas paper hanya perlu mengubah sedikit atau menggabungkan beberapa artikel yang ditemukan di internet. Tentunya dengan sedikit membaca untuk memastikan isinya sesuai tugas. Kalau begitu apakah mereka membaca? Iya mereka membaca, tapi belum tentu pengetahuan meningkat dan mengubah kehidupan mereka lebih baik.

Stress tingkat tinggi ketika mereka diperhadapkan pada kondisi bahwa ada suatu masalah atau kasus yang harus diselesaikan dan penyelesaiannya harus orisinil dari hasil analisis mereka. Padahal kemampuan analisis mereka menunjukkan kecerdasan mereka. Cara mereka menemukan solusi membuat mereka bertahan dalam kehidupan. Empati mereka terhadap sekitarnya memberikan makna bagi lingkungannya. Bukankah hal-hal itu yang harusnya mereka dapatkan dan miliki dari proses belajar yang di dalamnya ada kegiatan membaca salah satunya?
Kemudahan yang ditawarkan teknologi informasi bagi mereka untuk mendapatkan informasi yang instan membuat daya tahan untuk berjuang mendapatkan sesuatu melalui proses dan beberapa tahapan menjadi rendah.

Adakah memasyarakatkan minat baca berarti mencabut teknologi informasi itu dari hidup mereka dan menggantinya dengan setumpuk buku yang harus mereka baca? Tak ada relasi tak ada minat. Tak dirasa manfaatnya, tak ada minat. Kalau begitu mungkin justru penekanan pada mendapatkan pengetahuan untuk memperbaiki hidup dan memberi makna pada sekitarnya dengan memanfaatkan teknologi informasi yang perlu dipertimbangkan dalam program pemasyarakatan minat baca.

3 comments:

Rod@tun_Poeny@ Blog said...

terima ksh sdh buka cakrawala berpikirku dg tulisanmu. sy cb bw pd forum u diskusikan. Smg setiap kali butuh info, seseorg mrs hrs pergi , mnj sumbernya. apapun bentuknya... pasti hrs dipili krn tdk semua info berguna. kt perlu asah pengetahuan, keterampilan, dan kreativitas mrk mengolah info mentah atau bahkan sampah mjd sst " yg bernilai". smg!

Rod@tun_Poeny@ Blog said...

ayo membaca sgl yg dpt mengubah dirimu mjd lebih dlm sgl...

Umi Proboyekti said...

Terima kasih sudah membaca hasil pemikiranku Bu Rodatun. Sukses dengan GPMB DIY ya. Ditunggu program-program kreatifnya.