Kolaborasi ini bisa terjadi jika ada kepedulian dan kesadaran bahwa pemberdayaan anak bangsa itu tidak dapat dilakukan sendirian entah guru, kepala sekolah atau perpustakaan. Kalau sampai harus ada instruksi dari pemerintah bahwa sekolah harus melibatkan perpustakaan dalam proses belajar mengajar itu sudah keterlaluan. Itu artinya kesadaran tidak ada. Kondisi ini menyebabkan banyak perpustakaan sekolah jadi gudang buku. Staff perpustakaan tidak merasa ada yang perlu dilakukan di dalam perpustakaan kecuali menjaga buku. Ada bahkan yang mengunci ruang perpustakaan jika staff pergi keluar, sehingga perpustakaan tidak dapat digunakan. Kesadaran guru-guru akan memanfaatkan sumber informasi di perpustakaan semaksimal mungkin juga rendah. Sering bahkan perpustakaan jadi tempat hukuman bagi siswa yang bermasalah, ini mencemarkan nama baik perpustakaan. [Aih!]
Guru dan Kepala Sekolah ada yang punya kecenderungan melihat sebelah mata [bukan ngintip lho] pada pustakawan. Anggapan sebagai penjaga buku saja sudah mencerminkan pandangan itu. Padahal pustakawan dapat menjadi rekan dalam memfasilitatori proses belajar mengajar, dengan begitu beban mengajar guru lebih ringan, dan kreatifitas dalam mengajar dapat meningkat. Mengapa? Pustakawan yang tidak terbatasi oleh ruang kelas dan kurikulum dapat memanfaatkan satu subjek mata pelajaran untuk melatih siswa belajar sesuatu dengan metode yang berbeda: project based learning. Metode yang berbeda biasanya menarik. Materi dan sumber informasi yang dimiliki pustakawan beragam [ini karena ilmunya memungkinkan itu]. Dari metode yang digunakan oleh pustakawan, guru dapat ide baru tentang metode dan juga sumber informasi.
Kepala sekolah biasanya dipusingkan dengan performa pengajaran yang kemudian dibuktikan dari hasil Ujian Nasional. Pemanfaatan perpustakaan harusnya bisa jadi pendongkrak performa belajar siswa. Masalahnya terpikir memanfaatkan tidak? Jangan-jangan masih terjebak dengan fungsi perpustakaan yang dipendam dalam-dalam : GUDANG BUKU.
Pustakawan sendiri kadang sudah cukup puas atau langsung ngambek [tidak mau melakukan apa-apa] ketika statusnya dipatok sebagai penjaga buku atau penjaga gudang buku. Padahal potensi seorang pustakawan luar biasa. Dia tidak hanya mampu mengatur organisasinya dan informasi yang didalamnya. Dia menjadi sumber informasi tentang lokasi informasi atau informasi yang diperlukan pengguna perpustakaan. Dia mampu mengajarkan cara akses informasi, memanfaatkan informasi dan menggunakan dengan etis informasi. Dengan begitu banyak potensi, tidak ada alasan untuk berpangku tangan atau ngambek berkembang.
..........
......
[sambung besok.. hari ini pilekku masih mengganggu]
.....
..........
Kadang-kadang situasi perpustakaan kita tidak mendukung: ruang yang kecil, koleksi terbatas, dana juga terbatas [saya pernah dengar ada perpustakaan dananya hanya 1 juta rupiah per tahun], sumber daya manusia juga terbatas dan kurang dukungan dari pimpinan. Semua serba terbatas. Kondisi itu sebenarnya tidak mengurangi ide bagaimana mengembangkan layanan di perpustakaan sehingga pengguna tertarik untuk dilayani di perpustakaan:
- Ruang yang kecil dapat ditata ulang dengan mengurangi furnitur yang kurang digunakan sehingga lebih luas. Kebersihan ruang yang prima [kalau perlu juga wangi] akan mendukung layanan.
- Koleksi terbatas dapat dikenali dengan lebih mudah. Kenali dan identifikasi koleksi yang bagus tapi tidak terbaca karena kelihatan kurang menarik. Baca dan kemudian buatlah ringkasan ceritanya, promosikan. Siapa tahu tertarik untuk membaca, atau tertarik untuk diceritai [story telling].
- Dana terbatas dapat digunakan secara strategis. Pilih fokus penggunaan dana: koleksi, alat, pengembangan manusia, atau mungkin jadi modal untuk proyek yang menghasilkan uang untuk perpustakaan [boleh kan?].
- Satu orangpun staff perpustakaan akan dapat berbuat banyak [ada lho perpustakaan akademik dengan 1 staff]. Tambahan teman dari mahasiswa penerima beasiswa adalah salah satu cara menambah teman bekerja dan berkarya.
- Dukungan pimpinan kurang, bukan berarti kita mati kutu. Mereka boleh tidak perhatian, tapi karya kita yang dinikmati oleh pengguna bicara lebih keras dari pada keluhan-keluhan kita yang buat kita dan orang lain capek dengarnya.
- Evaluasi diri. Coba bertanya kepada beberapa pengguna kita secara informal. Kenapa perpustakaan tidak menarik, atau tidak diminati untuk dikunjungi? Berubahlah. Kalau perlu ada musik di perpustakaan, ada snack kering dan kopi/susu/teh/es sirup tersedia, tempat ngobrol yang enak. Buku-buku ringan tidak selalu harus di rak. Biarkan tertata di meja tempat ngobrol. Siapa tahu ada yang tertarik untuk membaca.
Ganti perspektif donk.
Situasi berubah sering kali karena kita dulu yang berubah. Ketika kita berubah lingkungan sekeliling kita, dalam hal ini guru/dosen dan pimpinan akan juga ikut berubah. Itu akan membuka peluang untuk berkolaborasi. Tidak perlu mengharuskan kolaborasi yang heboh, mulailah dari yang kecil saja. Tingkat pemanfaatan koleksi yang lebih baik untuk pengajaran saja sudah menunjukkan perubahan baik. Punya kesempatan untuk mengungkapkan ide kepada pimpinan atau guru/dosen dalam situasi informal maupun formal pun juga peningkatan. Pimpinan yang normal pasti ingin organisasi yang dipimpinnya jadi lebih hebat. Ide-ide brilian, sekalipun mulai dari yang sederhana, pasti diperlukan. Termasuk ide-ide dari para pustakawan.
Jadi para pustakawan yang masih termangu-mangu: ide-idemu berharga, jadi coba hargailah dirimu sendiri, karena engkau memang berharga.
No comments:
Post a Comment