Makan malam pertama di Indonesian-WIL mempertemukan saya dengan Bpk. Blasius Sudarsono yang pernah memberi saya semangat untuk menekuni dan mulai menggarap Library 2.0 gara-gara beliau membaca tulisan saya tentang Library 2.0. Email kedua beliau tak saya tanggapi karena tak tahu harus bilang apa, maka dari itu pada saat berkenalan di makan malam tersebut beliau langsung bertanya kenapa emailnya tidak saya tanggapi [JLEB!]. Pembicaraan kami adalah seputar perpustakaan, dan lalu mengerucut ke literasi informasi. Dalam pembicaraan ini saya baru sadar kalau beliau seorang filsuf, jadi ku biarkan otakku yang terbatas ini terbuka dan belajar.
Kata Information Literacy harusnya punya padanan di Indonesia dan tidak serta merta diterjemahkan sebagai literasi informasi. Kalau dirunut, kata iliterate diartikan sebagai buta huruf, sehingga literate menjadi melek huruf/aksara. Kemudian literacy [kata benda dari literate] seharusnya mendapat padanan kemelekan, jadi information literacy dapat dipadankan dengan istilah KEMELEKINFORMASIAN, bukan melek informasi. Padanan kata lain yang dapat digunakan adalah KEBERINFORMASIAN, bukan keberaksaraan informasi, kenapa? Karena dalam KEBERINFORMASIAN sudah termaktub di dalamnya keberkasaraan, jadi keberinformasian tingkatnya lebih tinggi.
Orang yang disebut information literate person, dapat disebut, dalam bahasa Indonesia, orang yang berinformasi. Kata BERINFORMASI ini tidak hanya berarti orang itu punya informasi, tapi juga mengandung makna yang lebih lengkap dari sekedang memiliki informasi : berpikir kritis dan bertindak etis dalam menggunakan informasi. Hal ini adalah faktor yang paling mendasar dalam keberinformasian atau information literacy.
Pak, apa yang kutangkap dengan otakku yang terbatas ini sudah benar belum?.........................
7 comments:
Dear Umi,
Memang Anda sudah benar dalam memahami yang saya pikirkan. Saya harap Anda dapat mengembangkannya dan menyosialisasikan pengembangan Anda. Saya bukan filsuf lho, cuma orang yang suka ngrecokin pikiran orang.
Salam dan tetaplah berkarya. GBU.
BS
Terima kasih Pak untuk nilainya. Menurut pengamatan saya, biasanya orang yang suka ngrecokin pikiran orang adalah filsuf. Nuwun nggih Pak. - othie
Dear Umi,
Ada sedikit koreksi tentang "kemelekan informasi". Yang benar adalah kemelekinformasian. Karena melek informasi sudah menjadi satu konsep meski terdiri atas dua kata, namun jika ada imbuhan ke-an, kata orang Pusat Bahasa lalu digabung menjadi satu.
Salam,
BS
Sudah aku perbaiki.Nuwun Pak.
Makasih pak Blasius...melalui bu Umi.. :)
wah ternyata anggapan saya tentang litersi informasi amat keliru...
saya hanya mengartikannya "melek informasi".
pertnyaan saya masih sama dengan yang di email saya, bagimana membuat orang merasa membutuhkan informasi, merasa perlu membaca.
Karena kata orang2, orang Indonesia itu kurang gemar membaca. Mungkin pak Blasius dan bu Umi punya ide untuk ngrecoki pikiran orang supaya gemar membaca.
Maturnuwun
Sdri Darmayanti,
Berikut tulisan untuk ngrecoki pikiran Anda dahulu ya?:
Tentang membaca saya agak berbeda dengan yang dianut banyak pustakawan.
Saya senang dengan pernyataan G.C. (Georg Christoph) Lichtenberg (1742–1799), German physicist, philosopher yang menyatakan :There are very many people who read simply to prevent themselves from thinking.
Pernyataan itu suka saya ekstrimkan dengan : Mengapa orang membaca? Karena malas berpikir! (he..he...he..)
Memang yang terpenting dan terdahulu adalah berpikir. Kemampuan berpikir ini yang seharusnya dikembangkan sejak usia dini. Oleh karena itu saya peras kriteria keberinformasian itu hanya menjadi dua, yaitu berpikir kritis dan bertindak etis.
Logikanya orang yang selalu berpikir kritis akan menerima kenyataan bahwa membaca adalah keharusan hidup.
Lebih lanjut akan ada persekutuan tiga unsur yang saling memerlukan yaitu : berpikir, membaca dan menulis (ibaratnya tripod). Dapat Anda bayangkan tripod akan tidak berdiri dengan baik jika salah satu kakinya pendek. Bahkan dapat jatuh kan?
Maka, kampanye yang harus dipergiat adalah mengajak sesama kita berpikir, khususnya melatih mereka sejak usia dini.
Satu lagi, jika membaca kita ibaratkan makan, maka tidak ada kan kampanye makan?
Yang ada kampanye perbaikan gizi. :-)
Ini sekedar ngrecoki pikiran Anda.
Salam, BS
hmm ya sih harus kita galakkan keberINFORMASIan.
tapi sebelum keberINFORMASIan harusnya gemar membaca dulu.
Bicara tentang membaca, Martin dahulu tidak terlalu suka membaca. Lalu coba memaksakan diri waktu kuliah di UKDW. Dan hasilnya ternyata membaca buku itu asyik.
Asyik tidaklah cukup, harus menjadi kebiasaan.
Kebiasan itu harus dipaksakan karena dalam keseharian kita hanya punya waktu 24 jam dan sudah penuh dengan berbagai kebiasan2 lain yang sudah menahun.
Jadi perlu digali lebih dalam kenapa perlu membiasakan diri membaca.
Martin pikir membaca perlu karena ibarat estafet ilmu dan informasi dari tulisan/dokumentasi tahun2 seblumnya.
warisan ilmu generasi sebelumnya selalu dalam bentuk tertulis.
tanpa membaca berarti kita akan ketinggalan.
Nah baru setelah membaca akhirnya punya banyak bahan untuk menulis dan menjadi keberINFORMASIan"
Post a Comment