Pages

Friday, February 22, 2008

Library Cafe

Ide perpustakaan dengan atmosfir cafe ternyata sudah mulai sejak beberapa tahun yang lalu, entah di daerah tertentu di Indonesia, seperti di Jakarta, dan di luar negri. Suasana cafe ternyata memang menarik orang untuk datang dan merasa nyaman. Budaya perpustakaan yang harus sunyi senyap tanpa minuman dan makanan sudah selayaknya ditinjau ulang. Suasana lain dalam perpustakaan perlu diubah agar perpustakaan memiliki citra yang berbeda.

Beranjak dari kenyataan bahwa masing-masing orang punya cara belajar dan mendapatkan ide berbeda-beda, belajar dengan situasi sunyi senyap seperti kuburan bukanlah satu-satunya cara belajar. Ada banyak orang yang mendapati belajar dengan iringan musik membantunya lebih cepat mengerti. Beberapa yang lain menikmati snack ringan dan belajar adalah gaya belajarnya. Sementara yang lain lebih suka belajar dengan rekan-rekannya dalam sebuah diskusi. Dengan demikian layaklah jika perpustakaan melengkapi diri dengan berbagai fasilitas untuk sebisa mungkin mengakomodasi gaya belajar para penggunanya.

Perpustakaan perguruan tinggi berhadapan dengan kebutuhan untuk proses belajar mengajar, pengabdian masyarakat dan penelitian. Kegiatan-kegiatan ini banyak membutuhkan sumber informasi dari berbagai format. Jika sumber informasinya tersedia, tapi infrastrukturnya tidak mendukung maka kegiatan-kegiatan tersebut tidak berjalan dengan baik. Karena itu, perlu ada perubahan dan tersedianya infrastruktur yang sesuai di perpustakaan. Perubahan yang mungkin tidak baru bagi sebagian perpustakaan adalah suasana perpustakaan.

Perubahan suasana yang dapat dilakukan adalah membuat suasana ruang baca [atau mungkin ruang koleksi juga] menjadi suasana ruang baca atau koleksi di rumah sendiri, atau di cafe. Hal yang mungkin terpikirkan adalah :
  1. ruang baca dilengkapi dengan pendingin ruangan [ AC atau FAN jika cukup]
  2. tempat duduk nyaman seperti sofa [hindari yang pelapisnya kain supaya tidak mudah kotor]
  3. area lesehan dengan lantai terlapis kayu [hindari karpet] dilengkapi dengan meja pendek dan bantal-bantal busa [dengan pelapis sintetik yang mudah dibersihkan]
  4. alat penerangan yang cukup kalau bisa juga bentuknya unik untuk mengubah suasana
  5. bilik-bilik baca mandiri yang dilengkapi dengan pintu + kuncinya, meja kursi dan rak buku di dalam
  6. warna cat dinding yang hangat pada satu sisi, ceria pada sisi lain, dan jika perlu sebagian dihiasi dengan hasil mural berseni dan membawa pesan pendidikan atau semangat belajar.
  7. sedia minuman hangat atau dingin dalam sachet berbagai jenis : nutrisari, coffemix, ice coffee, capucinno, lemon tea, dan hot chocolate.
  8. siapkan alat minum berupa mug yang tertutup dan mampu menahan dingin atau panas minuman. Ada lubang untuk minum pada penutupnya [apa sih nama mug pada gambar di atas itu?]. Shaker juga disediakan. Kenapa bukan gelas plastik siap pakai [dan siap buang]? karena kita peduli pada lingkungan dan kebersihan. Mug ini sifatnya dipinjamkan. Jika perlu order khusus dari produsen sehingga dapat dirancang dengan logo atau decorasi lambang atau ikon perpustakaan.
  9. Dispenser panas dan dingin untuk membuat minuman.
  10. Siapkan snack kering dalam kemasan atau lupakan ide ini jika terlalu merepotkan.
  11. Jangan lupa siapkan petugas yang melayani pembelian minum ini. Harga minuman sudah termasuk: harga pokok minuman sachet, air mineral, listrik, modal pesan mug khusus, dan jasa cuci mug.
Dari beberapa kesaksian, salah satunya di perpustakaan sekolah, perpustakaan dengan suasana cafe ini membuat para penggunanya betah di perpustakaan, kembali lagi ke perpustakaan, dan akhirnya mereka belajar di perpustakaan. Dalam suatu artikel tentang konsep perpustakaan yang modern, juga disebutkan bahwa salah satu infrastruktur yang menunjang layanan perpustakaan adalah adanya cafe di perpustakaan. Suatu perpustakaan universitas bahkan berani bekerja sama dengan sebuah cafe untuk membuka satu gerainya di perpustakaan tersebut dan melayani para mahasiswa di perpustakaan itu. Cerita lain adalah tentang perpustakaan yang ingin menjajaki adanya coffee shop dengan mendapatkan pandangan-pandangan dari para pustakawan perpustakaan lain, dan mereka yang sudah menerapkan lebih dulu. Kebanyakan dari mereka memandang coffee shop sebagai hal yang positif untuk diterapkan di perpustakaan.

Jadi, bagaimana dengan kita? Masih bertahan dengan suasana saat ini? Jangan-jangan kita sendiri sudah tidak tahan dengan suasana perpustakaannya, tapi tak punya ide hendak apa, atau malah sudah merasa puas dengan suasana perpustakaan dan layanannya, tidak peduli apakah menjawab kebutuhan penggunanya atau tidak. Yang terakhir ini.... capek deh!!

No comments: