Pages

Friday, February 19, 2010

Pilar Library 2.0

Bergabung dengan sebuah sosial network berbasis NING.COM tentang Library 2.0 yaitu http://library20.ning.com/ membuat saya berada di antara begitu banyak orang-orang yang berkecimpung, dan tertarik pada library2.0. Library 2.0 dibahas dari segala sudut, cerita tentang pengalaman membangun dan menjalankan Library2.0. Pemanfaatan teknologi Web 2.0 menjadi suatu hal yang sering didengungkan dalam setiap topik. Kepiawaian dan keaktifan pemanfaatan Web2.0 menjadi salah satu fokus pembahasan dan pengalaman yang dibagikan.

Satu pertanyaan yang terlintas di benak saya adalah apakah teknologi informasi menjadi suatu yang mutlak dalam Library 2.0? Benak saya lalu mencoba menguraikan jawabannya.
Konsep Web2.0 yang menjadi penunjang utama Library2.0, demikian banyak disebut, memiliki ciri partisipatori. Ini artinya melalui teknologi itu, pengguna saling berbagi informasi, berbagi tanya, berbagi jawab dan berbagi pengalaman. Pengguna bertemu dengan pengguna dan tak dibatasi oleh ruang dan waktu. Jarak tidak menjadi masalah, perkenalan dapat terjadi sebelum atau sesudah. Teknologi tersedia, manusianya memanfaatkan lalu terjalinlah pertukaran informasi, saling memberdayakan. Manusia memberdayakan manusia. Dalam hal ini manusia yang terlibat adalah Pustakawan dan Pemustakanya. Jalinan ini yang sebenarnya membentuk Library2.0. Yang unik dari jalinan ini adalah keduanya adalah penyedia informasi, dan berpotensi untuk saling memberdayakan.

Lalu saya berpikir, jalinan ini bukan merupakan bentuk hubungan antara pustakawan dan pemustakanya versi perpustakaan sebelum Library2.0 kan? Yang saya mengerti, maaf kalau kurang tepat, pustakawan dianggap yang lebih tahu dan berkompeten sehingga melayani layanan rujukan untuk menolong pemustaka yang datang dengan kebutuhan informasi. Pemustaka mendapat jawaban dari pustakawan sehingga kebutuhan informasinya terpenuhi. Di lain kesempatan pemustaka mendapat pengajaran dari pemustaka bagaimana menggunakan katalog online, menggunakan mesin pencari, memilih sumber informasi yang tepat dan menelusur jurnal elektronik. Pemustaka diberdayakan oleh pustakawan.

Dalam konsep Library2.0, pemustaka punya kesempatan untuk menambahkan informasi pada katalog online perpustakaan dengan review buku yang baru dibacanya. Penjelasan tentang apa yang didapat, manfaat dan pengalaman yang dialami saat membaca buku tersebut. Penjelasan itu adalah informasi yang berguna bagi pemustaka lain yang akan membaca buku itu. Seperti saat akan membeli buku di Amazon.com, review dan rekomendasi dari pembaca buku tersebut penting sebagai pedoman untuk menentukan apakah buku tersebut tepat atau tidak.
Dalam kasus ini pemustaka mempunyai peran seperti pustakawan. Pemustaka memberdayakan pemustaka lainnya.

Dalam kasus lain, beberapa pemustaka mungkin saja mengungkapkan kebutuhan informasi yang sama atau mirip. Ini menjadi masukan bagi pustakawan bahwa komunitas pemustakanya mempunyai kebutuhan informasi dan membutukan pemberdayaan untuk bisa memenuhi kebutuhan informasi mereka. Dengan bekal informasi ini, pustakawan dapat menyajikan layanan di perpustakaan yang tepat bagi komunitas pemustakanya. Dengan demikian perpustakaan berkembang, perpustakaan dibutuhkan, perpustakaan punya peran dan perpustakaan punya makna bagi komunitasnya.

Itu semua karena ada jalinan di antara pustakawan dan pemustaka yang sifatnya partisipatori.

Pertanyaan selanjutnya, apakah harus menggunakan teknologi Web2.0 untuk mencapai kondisi tersebut? Saya berani menjawab tidak.
Fokusnya justru pada jalinan tersebut, bukan alatnya. Jalinan tersebut dapat terwujud karena perubahan cara pandang. Bukan karena ada alatnya. Jika pada akhirnya jumlah pemustaka yang terjangkau layanan tersebut terbatas karena alat yang digunakan, itu jadi hal lain.
Teknologi Web2.0 menjadikan jalinan yang bersifat partisipatori tersebut menjadi lebih luas jangkauannya, karenanya yang terlayani lebih banyak, sajian pelayanannya jadi lebih bervariasi dan sifatnya multimedia. Waktu dan tempat tidak menjadi halangan, karena jalinan itu dapat terjadi secara fisik atau maya. Jadi, kalau dikatakan bahwa teknologi Web2.0 sangat mendukung Library 2.0 saya amat sangat setuju.

Dengan demikian pilar penting Library 2.0 adalah Librarian 2.0 (pustakawan 2.0) dan User 2.0 (pemustaka 2.0) dan disempurnakan oleh teknologi Web2.0.

Jadi, saudara-saudaraku para pustakawan, bangkitlah.. dan sudah waktunya berlari, jangan hanya berjalan karena sudah ketinggalan, untuk menjadi Librarian 2.0.

[Asli.. ini emang saya ngomporin]

4 comments:

hanna latuputty said...

Membaca tulisan ini jeng, tiba2 terpikir, gimana kalo dideskripsikan dulu sejelas2nya, Library 2.0 dan menjadi Librarian 2.0 TANPA teknologi...hhmm...asli kan, saya sudah kena cipratan api kompormu? he..he.he..

Umi Proboyekti said...

oops, kurang jelas ya konsep library 2.0 dan librarian 2.0 nya?

krisatria said...

Tulisan ibu sangat menginspirasi ... Terimakasih.

alumnus jipfsui 1980 said...

Terima kasih, mBak Umi Proboyekti untuk artikel yang menarik ini. Semoga Anda mau menulis lagi di lain waktu, karena topik Library 2.0 yang aktual ini kok rasanya belum banyak bikin "ngeh" kalangan pustakawan. Ibu Hanna Latuputty yang bacaan bagus-bagusnya seabrek saja :-)dan melek IT masih berbaik hati untuk bertanya-tanya. Bahkan pustakawan-pustakawan muda yang melek teknologi informasi secara canggih pun, kayaknya belum mau melirik badai Library 2.0 ini.

Belum ngeh-nya mereka itu saya kuatirkan akan terjadinya apa yang disebut oleh Stephen R. Covey dalam buku 7 Habits : betapa kita sudah bersusah payah naik tangga, bahkan hingga bisa sampai ke puncak, tetapi akhirnya hanya untuk tahu betapa tangga tersebut bersandar pada tembok yang salah.

Saya mencoba iuran gagasan untuk mengingatkan hal itu. Bila ada waktu, silakan klik : disini.

Salam,
Bambang Haryanto