Pages

Sunday, July 18, 2010

Information Literacy: a librarian is a teacher?

Di tengah proses menyelesaikan materi tentang pengukuran dan evaluasi program literasi informasi, saya membaca sebuah artikel tentang pengukuran atau assessment dari ACRL[1]. Artikel itu menjadi salah satu sumber materi yang saya susun. Waktu membacanya, imajinasi saya bermain-main. Artikel itu bicara tentang pengalaman melakukan pengukuran dalam program literasi informasi dan juga bagaimana melakukan kolaborasi dengan fakultas dalam mengadakan program literasi informasi. Maksudnya agar pengukuran yang akan dilakukan memang menggambarkan kemampuan yang seutuhnya. Imajinasi saya tidak terhenti di situ. Saya membayangkan bahwa untuk melakukan pengukuran, pengajaran dan juga kolaborasi dengan fakultas, dalam hal ini para pengajar/dosen. Para pustakawan itu harus punya modal.

Coba saja dibayangkan ketika hendak membuat program literasi informasi. Pustakawan harus menguasai kemampuan-kemampuan yang hendak diajarkan. Bagaimana bisa tahu apa yang harus dikuasai? Ya melakukan survey apa yang menjadi kebutuhan para penggunanya atau komunitas targetnya. Menguasai bukan titik akhir, tapi harus bisa mengajarkan. Menguasai untuk diri sendiri dan mengajarkan kepada orang lain khususnya dalam sebuah kelas, tidaklah sama. Karena itu pustakawannya perlu memahami tentang pengajaran. Bagaimana menjadi pengajar. Dalam hal pengajaran tentu saja belajar tentang pengukuran tadi atau assessment dan evaluasi. Untuk mengajar, karena perpustakaan bukanlah sebuah program studi atau fakultas, maka perlu kreatif dalam menyajikan sesi pengajaran.

Pilihan mengadakan kelas tidak selalu mudah karena jadwal dan penggunanya meliputi semuanya, tidak hanya dari satu program studi atau fakultas (maaf ini konteksnya perpustakaan akademik pendidikan tinggi). Pilihan lain adalah menggunakan teknologi. Mungkin juga harus membuat rekaman video, atau materi online yang tertayang di situs perpustakaan atau paket materi literasi informasi dalam suatu file. Itu semua mengharuskan pustakawan mampu melakukannya. Banyak sekali yang harus dipelajari dan dikuasai.

Terakhir pustakawan harus mampu menjadi sparing partner para dosen. Nah ini dia.. kapan ya kira-kira pustakawan kita dianggap sejajar dengan para dosen sehingga memiliki daya tawar yang sama?

Kira-kira semua itu ada diajarkan dan dibekali saat calon pustakawan berada di program studi ilmu perpustakaan atau sejenisnya kah?

-----------------------------

2 comments:

om em said...

memang seharusnya librarian punya teaching skill, apalagi untuk pustakawan sekolah dan perguruan tinggi.

Umi Proboyekti said...

Dear Em
Nah itu dia. Ketika ada kebutuhan kemampuan mengajar dalam diri PUSTAKAWAN, mereka yang sedang dalam proses belajar di Ilmu Perpustakaan dibekali dengan kemampuan mengajar dan kesadaran untuk mengembangkan kemampuan itu ngga? Kalau hanya diharapkan mempunyai sendiri akan sulit. Hasilnya lulusan S1 Ilmu Perpustakaan yang tidak berani menghadapi pemustaka di dalam kelas, misalnya.